Friday, July 27, 2012

Fiqh Al-mawarits (waris)/ Faraid dalam islam

Dasar-dasar Ilmu Al-mawarits

1. Pokok bahasan ilmu al-mawarits.
Pokok bahasan ilmu ini adalah cara pembagian harta warisan (At-tirkah) kepada ahli waris yang berhak menerimanya. At-tirkah adalah segala yang ditinggalkan oleh seseorang berupa harta pusaka. cara pembagiannya dan keterangan bagian masing masing ahli waris.

2. Sumber-sumber ilmu Al-mawarits

    * Al-qur'an Al-karim
    * Al-hadits
    * Ijma' para sahabat


3. Pentingnya ilmu Al-mawarits
Ilmu mawarits termasuk ilmu paling utama dalam syari'at islam dan termasuk dari setengah ilmu syariat islam.
Dikarnakan :

    * Alloh SWT sendiri yang menentukan bagian masing-masing ahli waris
    * Rasululloh SAW telah menyuruh kita mempelajari dan mengajarkan ilmu ini
    * Anjuran dan para sahabahat nabi
    * Para ulama salaf ash-sholihin tetap menjaga dan menyebarkan ilmu ini dengan mengkhususkan waktu mereka dalam mempelajari dan mengajarkannya


4. Pencetus (wadi') ilmu al-mawarits
Pencetus dan penentu ilmu ini adalah Alloh azza wa jalaa

5. Posisi ilmu mawarits di antara ilmu yang lain
Ilmu mawarits termasuk ilmu yang paling utama dalam syari'at islam dan termasuk sebahagian dari ilmu fiqih dan (bahkan lebih khusus lagi) dan ilmu berhitung (akutansi)

6. Mamfaat dan faedah mempelajari ilmu mawarits
Dengan ilmu mawarits ini akan menjadikan seseorang menguasai ilmu ini untuk membagi harta warisan secara syari'at islam. Memberikan hak waris kepada ahli waris yang berhak menerimanya. julukan mereka yang menguasai ilmu ini disebut Faraidhi

7. Tujuan Ilmu mawarits
Tujuan utama dari ilmu ini adalah memberikan hak waris kepada yang berhak mendapatkannya.

8. RukunAl-mawarits

    * 1. Mayit (al-muwarrits), yaitu seseorang yang meninggal dunia baik dengan meninggal hakiki atau hukmiy (ditentukan secara hukum oleh hakim setempat
    * Ahli waris (al-warits), yaitu kerabat yang ditinggalkan yang masih hidup persis ketika meninggalnya al-muwarrits
    * Harta (al-mawruts), yaitu harta warisan dari al-muwarrits setelah lewajiban terhadap si mayit  terlaksanakan.


9. sebab-sebab mendapatkan warisan

    * Hubungan keturunan hakiki (nasab)
    * Hubungan pernikahan yang sah
    * Hubungan tuan dengan hambanya


10. Syarat-syarat al-mawarits

    * Wafatnya seseorang secara pasti atau di tentukan hukum, seperti orang hilang atau hanyut dll
    * Ahli waris dinyatakan hidup secara pasti
    * Tidak adanya sebab-sebab terlarang untuk mendapatkan harta warisan.


11.Terlarangnya ahli warits mendapatkan hak warits

    * Hamba sahaya
    * membunuh (si mayit) dengan sengaja sedangkan pembunuhnya adalah ahli waris dari si mayit
    * berbeda agama (kafir)/ murtad


12. Hukum mempelajari dan mengajarkannya
Hukum mempelajari dan mengajarkan ilmu ini adalah Fadhu kifayah. Sedangkan hukum melaksanakan dan penerapannya adalah fardhu 'ain

Harta peninggalan (At-tirkah)

At-tirkah secara etimologi adalah segala sesuatu yang ditinggalkan seseorang. Secara terminologi adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia berupa harta atau segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan harta benda dan juga hak yang mencakup hak terhadap orang lain seperti khiyar 'aib, hak rahn dan lainnya. Disyari'atkan At-tirkah disini adalah al-milku At-tam (milik sempurna) dari seorang mayit yang sudah tidak ada hak orang lain di dalamnya.

Dengan kata lain harta warisan itu berbentuk :

    * Harta benda yang bersipat tetap seperti bagunan, tanah, kebun, dan lain sebagainya.
    * Harta benda yang bersipat tidak tetap atau yang bergerak seperti uang tunai, peralatan, kenderaan, pakaian, dan lain sebagainya.
    * Hutang-hutang orang lain (piutang) kepada si-mayit
    * Harta harta benda yang telah digadaikan oleh si-mayit dan boleh ditebus
    * Harta benda yang telah dibeli si-mayit masa hayatnya yang berupa pembelian yang telah telah di bayar tetapi belom diterima barangnya secara home delivey
    * Harta yang berupa simpanan di bank : saham, insurence dan lainnya yang dibolehkan secara syari'at
    * Hata lain yang mempunyai nilai kebendaan.

Para ahli waris tingkat pertama (ashabul al-irtsi) adalah sebagai berikut :

1. Ayah
2. Ibu
3. Kakek dari ayah (Wa in 'ala adalah dan seterusnya garis keturunan ke atas baik laki-laki maupun perempuan namun hanya dari nasab laki-laki seperti: ayah dan ibu dari kakek, ayah dan ibu dari ayah kakek dan seterusnya.
4. Nenek dari ayah
5. Nenek dari ibu
6. Anak laki-laki
7. Anak perempuan
8. Cucu laki-laki dari anak laki-laki (Wa in nazala adalah dan seterusnya garis keturunan ke bawah baik laki-laki maupun perempuan namun hanya dari nasab laki-laki seperti : anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu laki-laki, anak laki-laki atau perempuan dari cicit laki-laki)
9. Cucu perempuan dari anak laki-laki
10. Suami atau isteri
11. Saudara kandung
12. Saudari kandung
13. Saudara seayah
14. Saudari seayah
15. Anak laki-laki dari saudara kandung
16. Anak laki-laki dari saudara seayah
17. Saudara seibu
18. Saudari seibu
19. Paman kandung (dari pihak ayah)
20. Paman seayah (dari pihak ayah)
21. Anak laki-laki dari paman kandung (dari pihak ayah)
22. Anak laki-laki dari paman seayah (dari pihak ayah)
23. Laki-laki yang membebaskan hamba (mu'tiq)
24. Perempuan yang membebaskan hamba (mu'tiqoh)


Al-ashobah

Menurut bahasa adalah : Kerabat laki-laki dari ayah. Dinamakan demikian karna mereka melingkupinya pada waktu berkumpul untuk menjaga dan melindunginya.

Menurut Istilah Fiqih : Setiap ahli waris yang tidak mempunyai bagian tertentu (pokok) dari pembagian harta peninggalan, terkadang mendapat bagain yang banyak karna ahli waris yang mendapatkan bagian pokok sedikit atau mendapatkan bagian kecil ketika ahli waris yang mendapat bagian pokok berkumpul banyak dalam pembagian.
(dalilnya; qs. An-nisa' ayat 176)

Al-ashobah ada dua macam:
1. Al-ashobah an-nasabiyah, yaitu ashobah yang disebabkan kedekatan hubungan kerabat.
dan ini ada tiga bagian:

    * a. Al-ashobah bi an-nafsi
    * b. Al-ashobah bi al-goir
    * c. Al-ashobah ma'a al-goir


2. Al-ashobah As-sababiyah, yaitu ashobah yang dikarnakan membebaskan hamba.

a. Al-ashobah bi an-nafsi
al-ashobah bi an-nafsi ada 3 hukum:

    * Hukum pertama:
      Mengambil semua harta apabila sendirian.
      Contoh: Seorang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris kecuali seorang anak laki-laki, maka anak laki-laki ini mengambil semua harta peninggalannya.
    * Hukum kedua:
      Mengambil sisa dari harta, apabila ahli waris yang mendapat bagian pokok telah mengambil bagian mereka.
      Contoh: Seseorang meninggal dunia meninggalkan seorang isteri dan anak laki-laki, maka isteri mengambil bagian pokok lebih dahulu yaitu 1/8 dari harta peninggalan dan sisanya bagian anak laki-laki tadi.
    * Hukum ketiga:
      Tidak mendapat apa apa apabila sumua harta habis dibagi oleh para ahli waris yang mendapat bagian pokok, terkecuali : ayah, kakek dan  anak-laki dari si-mayit karna tidak mungkin berkumpul ahli waris akan menghabiskan warisan sedangkan anak laki-laki ada sedangkan ayah dan kakek punya bagian pokok 1/6 dari harta peninggalan.


b. Al-ashobah bi al-goir

Al-ashobah bi al-goir adalah: Para ahli waris yang mengambil semua harta atau sisa setelah ashobah al-furud mengambil bagiannya dengan sebab orang lain. (dalilnya; qs. an-nisa:11)

C. Al-ashobah ma'a al-goir

Al-shobah ma'a al-goir adalah: setiap ahli waris perempuan yang mempunyai bagian pokok, terdiri dari anak perempuan, cucu perempuan, saudari kandung, dan saudari seayah. Sedangkan ahli waris laki-laki yang menjadikan mereka sebagai ahli waris ashobah bi al-goir tidak ada.

Sebuah ilmu yang kini mulai di abaikan oleh Ummat Islam ini, apa lagi generasi muda yang selalu sibuk dengan aktifitas da'wahnya. padahal betapa pentingnya ilmu ini, karena sederetan kaidah-kaidah di dalamnya perlu perhatian khsus...

berilmu sebelum beramal, itulah mereka yang mengaku beraqidah ahlus sunnah waljamaah, yang tegak dalam hujjahnya di atas sunnah shahihah...

No comments:

Post a Comment

Ur Comment.....